ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
ALIRAN KLASIK
1. Aliran empirisme (aliran
optimisme)
Aliran ini dimotori oleh John Locke.
Aliran empirisme mengutamakan perkembangan manusia dari segi empirik yang
secara eksternal dapat diamati dan mengabaikan pembawaan sebagai sisi internal
manusia. Dengan kata lain pengalaman adalah sumber pengetahuan, sedangkan
pembawaaan yang berupa bakat tidak diakui. Manusia dilahirkan dalam keadaan
kosong, sehingga pendidikan memiliki peran penting yang dapat menentukan
keberadaan anak. Aliran ini melihat keberhasilan seseorang hanya dari
pengalaman (pendidikan) yang diperolehnya, bukan dari kemampuan dasar yang
merupakan pembawaan lahir.
2. Aliran nativisme (aliran
pesimistik)
Tokoh aliran ini adalah Arthur
Schoupenhauer. Aliran nativisme menyatakan bahwa perkembangan seseorang
merupakan produk dari pembawaan yang berupa bakat. Bakat yang merupakan
pembawaan seseorang akan menentukan nasibnya. Aliran ini merupakan kebalikan
dari aliran empirisme. Orang yang “berbakat tidak baik” akan tetap tidak baik,
sehingga tidak perlu dididik untuk menjadi baik. Orang yang “berbakat baik”
akan tetap baik dan tidak perlu dididik, karena ia tidak mungkin akan
terjerumus menjadi tidak baik.
3. Aliran naturalisme
Aliran ini dipelopori oleh J.J.
Rousseau. Aliran naturalisme menyatakan bahwa semua anak yang dilahirkan pada
dasarnya dalam keadaan baik. Anak menjadi rusak atau tidak baik karena campur
tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk
memberikan kesempatan kepada anak untuk tumbuh dengan sendirinya. Pendidikan
hendaknya diserahkan kepada alam. Dalam mendidik seorang anak hendaknya
dikembalikan kepada alam agar pembawaan yang baik tersebut tidak dirusak oleh
pendidik.
4. Aliran konvergensi
Aliran ini dipelopori oleh William
Stern. Aliran ini menyatakan bahwa bakat, pembawaan dan lingkungan atau
pengalamanlah yang menentukan pembentukan pribadi seseorang. Pendidikan
dijadikan sebagai penolong kepada anak untuk mengembangkan potensinya. Yang
membatasi hasil pendidikan anak adalah pembawan dan lingkungannya. Aliran ini
lebih realitis, sehingga banyak diikuti oleh pakar pendidikan.
GERAKAN-GERAKAN BARU DALAM
PENDIDIKAN
1. Pembelajaran alam sekitar
Dalam pendidikan alam sekitar
ditanamkan pemahaman, apresiasi, pemanfaatan lingkungan alami dan sumber-sumber
pengetahuan di luar sekolah yang semuanya penting bagi perkembangan peserta
didik sehingga peserta didik akan mendapatkan kecakapan dan kesanggupan baru
dalam menghadapi dunia nyata. Melali penjelajahan alam yang dlakukan, maka
peserta didik akan menghayati secara langsung tentang keadaan alam sekitar,
belajar sambil mengerjakan sesuatu dengan serta merta memanfaatkan waktu
senggangnya.
2. Pengajaran pusat perhatian (Centres
D’interet)
Ditemukan oleh Ovide Decroly.
Pengajaran disusun menurut pusat perhatian anak. Dari pusat perhatian ini
kemudian diambil pelajaran-pelajaran lain. Dalam pengajaran ini anak selalu
bekerja sendiri tanpa ditolong dan dilayani.
3. Sekolah kerja
Dikembangkan oleh George
Kerschenteiner. Menurut dia, bentuk sekolah untuk menjadi warga negara yang
baik yaitu mendidik anak agar pekerjaannya tidak merugikan masyarakat dan
justru memajukannya. Oleh karena itu sekolah wajib menyiapkan peserta didik
untuk suatu pekerjaan. Pekerjaan tersebut hendaknya juga untuk kepentingan
negara. Jadi yang menjadi pusat tujuan pengajaran adalah kerja untuk menatap
masa depan.
4. Pengajaran proyek
Dikembangkan oleh W.H. Kilpatrick.
Ia menanamkan pengajaran proyek sebagai satu kesatuan tugas yang sesuai dengan
kebutuhan peserta didik dan dikerjakan bersama-sama dengan kawan-kawannya.
Menurut Kilpatrick, dengan tetap duduk di bangku masing-masing, maka
pembentukan watak para peserta didik tidak dapat terlaksana.
ALIRAN POKOK PENDIDIKAN DI
INDONESIA
1. Taman Siswa
Taman Siswa didirikan pada tanggal 3
Juli 1922 oleh Ki Hadjar Dewantara.
Taman Siswa memiliki asas-asas
sebagai berikut:
- Asas merdeka
untuk mengatur dirinya sendiri
-
Asas kebudayaan (kebudayaan Indonesia)
-
Asas kerakyatan
-
Asas kekuatan sendiri (berdikari)
-
Asas berhamba kepada anak
Taman Siswa
memiliki dasar-dasar pendidikan yang disebut Panca Dharma, yaitu:
- Kemanusiaan=> Cinta kasih
terhada sesama manusia dan semua mahkluk ciptaan Tuhan.
- Kodrat hidup=> Untuk pemeliharaan dan kemajuan hidup
sehingga manusia hidup selamat dan bahagia.
- Kebangsaan=> Tidak boleh menyombongkan bangsa sendiri,
tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum.
- Kebudayaan=> Kebudayaan
nasional harus tetap dipelihara.
- Kemerdekaan/kebebasan=> Apabila anak tidak diberikan
kemerdekaan maka akan menghambat kemajuannya.
Ki Hadjar
Dewantara juga mengajarkan semboyan kepada pendidik yaitu:
* Ing ngarsa sung
tuladha=> Memberikan teladan kepada peserta didik ketika berada di depan.
* Ing madya mangun karsa=> Membangun
semangat kepada peserta didik ketika berada di tengah.
* Tut wuri handayani=> Mengarahkan
peserta didik agar tidak salah bertindak ketika berada di belakang.
2. INS (Indonesiche Nederlansce
School)
Merupakan sekolah yang didirikan
oleh Mohammad Syafei di Kayutanam (Padang Panjang, Sumbar). Sekolah ini
mempunyai rencana pelajaran dan metode sendiri yang hampir mirip dengan Sekolah
Kerjanya Kershensteiner. Syafei berpendapat bahwa dengan belajar sendiri watak
peserta didik akan terbentuk dan di kemudian hari dapat tumbuh menjadi orang
dewasa yang merdeka, tidak hanya dengan jalan menghafal saja di sekolah.
Sumber: Munib, Achmad. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan.
Semarang: Unnes Press